Kisah si buruk rupa mengajarkan kita tentang kasih sayang yang sesungguhnya, yang tidak ada dalam 1000 buku, ceramah, atau pun talk show yang pernah ada.
Kisah ini diterjemahkan dari kiriman seorang penyayang kucing disebuah halaman facebook yang mengisahkan tentang dirinya dan si “buruk rupa”.
Semua orang di komplek apartement tempat saya tinggal tahu siapa si “buruk rupa”. Dia adalah hama bagi penduduk komplek tersebut.
Si “buruk rupa” mencintai tiga hal di dunia ini : Pertempuran, makanan sisa yang ia dapat di tumpukan sampah, dan hal yang akan kita bicarakan – Cinta. Ketiga hal tersebut bercampur aduk dan memiliki efek pada kehidupan yang dia jalani.
Langsung saja, si “buruk rupa” hanya mempunyai satu mata di satu sisi, sedang sisi yang lain hanya menyisakan lubang menganga. Dia juga telah kehilangan telinganya pada sisi yang sama. Kaki kirinya yang patah dan belum sembuh sempurna membuatnya harus berjalan terseok-seok. Ekornya juga telah lama hilang, hanya menyisakan tonjolan kecil yang tampak berkedut. Si “buruk rupa” berwarna dark grey tabby dengan garis-garis ditubuhnya. Luka di kepalanya tampak memberikan warna yang berbeda, begitupun dengan scabies yang menguning tebal di leher dan bahunya.
Setiap kali seseorang melihat si “buruk rupa”, mereka selalu memperlihatkan reaksi yang sama “itu si buruk rupa !”. Anak – anak diperingatkan untuk tidak menyentuhnya. Sedang orang dewasa akan melemparkan batu ke arahnya. Dia akan disemprot dan disiram ketika mencoba datang ke rumah mereka, atau ditendang ketika dia tidak mau pergi.
Si “buruk rupa” selalu memiliki reaksi yang sama. Jika Anda menyemprotkan air padanya, ia akan berdiri di sana basah kuyup sampai Anda menyerah dan berhenti. jika Anda melemparkan benda – benda pada dirinya, ia hanya akan meringkukan tubuh jangkungnya seolah-olah ia sedang memohon ampun.
Setiap kali dia melihat anak-anak, dia akan berlari mengeong gembira dan berusaha menyenggolkan kepalanya agar bertemu tangan – tangan mereka, seolah -olah memohon cinta mereka. Jika Anda pernah mengangkatnya dia akan segera mengemis nyungsep di baju Anda, anting-anting, atau apa pun yang bisa dia jangkau.
Suatu hari si “buruk rupa” berbagi kasih dengan tetangganya “Huskies”. Naasnya mereka tidak merespon dengan baik, dan si “buruk rupa” dianiaya. Saya bisa mendengar jeritan dari apartement dan dengan terburu-buru segera berlari menghampirinya. Disana dia sudah terbaring lemah. Tampak menandakan kehidupan menyedihkannya akan segera berakhir.
Si “buruk rupa” terbaring melingkar dengan tubuh basahnya, kaki belakang dan punggung bawahnya memutar keluar dari bentuk, air mata menganga di garis putih bulunya meluncur ke bagian depan tubuhnya.
Saya mengangkatnya dan berusaha untuk membawanya pulang. Saya bisa mendengar bagaimana dia bernafas terengah-engah dan merasakan saat ini dia tengah berjuang. “Saya harus mengakhiri penderitaanya” pikirku.
Kemudian saya mendengar tarikan nafas yang tampak familiar, menyisakan sensasi di telinga. Begitu banyak rasa sakit yang dialami si “buruk rupa”. Dia menderita dan sekarat. Saya berusaha menariknya lebih dekat, dengan telapak tanganku bertemu kepalanya. Dia berbalik, satu mata berwarna keemasannya memandang kearah ku. Dan saya bisa mendengar suaranya yang tampak berbeda dari sebuah dengkuran. Bahkan dengan rasa sakit terbesarnya saat itu dengan ketakutan, dia berusaha meminta kasih sayang, hanya beberapa kasih sayang.
Saat itu juga saya berpikir si “buruk rupa” adalah ciptaan-Nya paling indah & penuh kasih yang pernah saya lihat. Dia tidak pernah sekali pun mencoba untuk menggigit atau mencakar, atau bahkan mencoba untuk menjauh dari saya dengan cara apapun. Si “buruk rupa” hanya menatap seolah benar-benar percaya pada saya untuk menghilangkan rasa sakitnya. Si “buruk rupa” meninggal dalam pelukan sebelum saya bisa membawanya ke dalam apartemen. Saya terduduk memeganginya untuk waktu yang cukup lama. Berpikir tentang bagaimana salah seekor kucing liar bisa mengubah pendapat saya tentang apa artinya memiliki kesucian jiwa, mencintai secara tulus tanpa mengharap apapun.
Si “buruk rupa” mengajariku bagaimana memberi dan kasih sayang lebih dari 1000 buku, ceramah, atau talk show spesial yang pernah ada. Dan karena itulah saya berterima kasih kepadanya.
Si “buruk rupa” terluka tubuh luarnya tapi saya terluka di hati. Dan sekarang waktunya bagi saya untuk move-on dan belajar mencintai secara tulus sepenuh hati terhadap orang-orang yang saya cintai.
Banyak orang ingin menjadi kaya, sukses, disukai banyak orang, atau cantik, tapi bagi saya, saya hanya ingin menjadi seperti si “buruk rupa”.